![]() |
Catatan Sir AryefSee all entries in this blog |
BOOMERANG UTK TIMNAS INDONESIA (11/12/2010 17:15) |
ANDY Warhol, pencetus gerakan Pop Art di Amerika Serikat tahun 1950-an pernah bilang, di masa datang dalam 15 menit semua orang bisa menjadi terkenal. Kutipan itu kemudian menjadi sangat populer di seantero dunia hingga saat ini yang kemudian dikenal dengan “15 minutes of fame”. Warhol sebenarnya ingin mengatakan tentang kotak ajaib televisi yang bisa menyihir seseorang dari bukan siapa-siapa menjadi orang ternama. Bahkan, Warhol salah karena untuk menjadi terkenal tidak dibutuhkan 15 menit, melainkan cukup lima menit saja. Irfan Bachdim misalnya, striker Timnas Indonesia yang tampil di AFF Suzuki Cup 2010 semula hanya penyerang biasa-biasa saja. Bahkan, dia pernah ditolak bergabung dengan dua klub besar Indonesia, Persija Jakarta dan Persib Bandung. Beruntung, talenta Irfan Haarys Bachdim ditemukan pelatih Persema Malang Timo Scheunemann dalam laga amal bagi tokoh sepakbola Lucky Acub Zaenal di Stadion Gajayana Malang, beberapa waktu silam. Timo tak salah karena pelatih Timnas Indonesia Alfred Riedl juga melihat talenta pria kelahiran Amsterdam, Belanda. Dalam kiprahnya sebagai penyerang, pria yang lahir 11 Agustus 1988 ini punya andil besar menundukkan Malaysia dan Laos lewat gol-golnya di babak penyisihan Grup A AFF Suzuki Cup 2010 yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, 1, 4 dan 7 Desember lalu. Irfan pun jadi idola baru masyarakat Indonesia, khususnya remaja. Konon, ketampanannya serta bola matanya yang biru membuat cewek-cewek tergila-gila dengan pria 1,72 meter itu. Publikasi gratis pun menjadi bagian keseharian Ifran dan kawan-kawan seperjuangan di skuad Indonesia. Media infotainment kasak-kusuk mengejar Irfan dkk. mulai dari Hotel Sultan, tempat pemain tim Indonesia menginap hingga menjelang dan selesai latihan di lapangan PSSI Senayan. Sementara jurnalis yang sehari-hari memberitakan perkembangan timnas mulai dari seleksi hingga pertandingan resmi, tak jarang kehilangan momentum untuk mendapatkan berita terbaik. Media infotaiment terkadang merusak suasana karena bertanya tidak relevan dengan timnas. Misalnya, ada infotainment meminta pelatih Alfred Riedl mengucapkan tag-line (slogan) tertentu. Riedl cukup cerdas menjawabnya, “No, I don’t know it (Tidak, saya tidak ngerti itu).” Infotaiment lain juga datang ke hotel untuk mewawancarai Irfan, Christian Gonzalez atau Bambang Pamungkas untuk hal-hal pribadi. BUKAN KUDA SIRKUS Liputan yang terlalu melebih-lebihkan seorang pemain, tidak selalu baik untuk pemain itu. Apalagi sampai mengganggu konsentrasi pemain maupun tim secara keseluruhan, seperti yang dirasakan manajemen Timnas Indonesia. Apalagi media tersebut menjadi sutradara bagi pemain maupun pelatih yang menjadi kuda sirkusnya, seperti menyuruh mengucapkan tag-line tertentu sehingga mereka terlihat bodoh. Jadi, wajar jika Riedl, Jumat (10/12) lalu mengeluarkan pernyataan tegas meski mendapat tanggapan beragam dari kalangan media. “Pemain tidak boleh diwawancara di hotel, tidak boleh diwawancara di stasiun tv mana pun. Titik. Kami juga akan berusaha menjauhkan media dari hotel karena pemain jadi sangat terganggu. Kami berharap kalian bisa bekerja sama. Apa yg terjadi saat ini adalah pemain sudah seperti sirkus. Ini sudah sangat berlebihan,” kata dia. Tak sampai di situ, Riedl melanjutkan, “Kami ingin bekerjasama dengan media, tapi bukan seperti ini caranya. Pemain saya bukanlah seperti kuda sirkus dan anda sutradaranya yang bisa menyuruh mereka melakukan ini itu. Itu tidak boleh terjadi. Saya berharap kalian mau bekerja sama. Pemain hanya boleh diwawancara saat berjalan dari lapangan ke bis,” kata pelatih asal Austria itu.
|
Share on Facebook |
Blogger has no team. |